NPM : 21209541
Kelas : 4EB13
Perilaku Etika dalam Bisnis
Lingkungan Bisnis yang
Mempengaruhi Perilaku Etika
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya
etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa
yang harus ditempuh?. Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep
tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun
ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang
menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.Terjadinya
perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi
sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark-up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan
kolusi dan suap merupakan segelintir
contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis. Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada
norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan
masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu
dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsung maupun tidak
langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu
dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola
hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang
terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah
berubah. Perubahan nuansa perkembangan
dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya,kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu
jauh tertinggal dari pertumbuhan
serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak
lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju
pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum
mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia
usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal ini menyebabkan
beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional.Contoh
lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak
memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga. Perilaku etik
penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah
bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif,
baik lingkup makro maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
·
Perspektif
Makro.
Pertumbuhan
suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan
efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa
kondisi yang diperlukan market system untuk dapat efektif, yaitu: (a)
Hak memiliki dan mengelola properti swasta; (b) Kebebasan memilih dalam
perdagangan barang
dan jasa; dan (c) Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang
dan jasa, Jika salah satu sub sistem dalam market system melakukan perilaku
yang tidak etis, maka hal ini akan
mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem
secara makro. Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif bisnis makro : a.
Penyogokan atau suap. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya kebebasan memilih
dengan cara mempengaruhi pengambil keputusan, b. Coercive act. Mengurangi
kompetisi yang efektif antara pelaku bisnis dengan ancaman atau memaksa untuk
tidak berhubungan dengan pihak lain dalam bisnis.c. Deceptive information d. Pencurian
dan penggelapan. Unfair discrimination.
·
Perspektif
Bisnis Mikro.
Dalam
Iingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam Iingkup
mikro terdapat rantai relasi di mana supplier,perusahaan, konsumen, karyawan saling
berhubungan kegiatan bisnis yang akan berpengaruh pada Iingkup makro. Tiap mata
rantai penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari
hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik. Standar moral merupakan
tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam
pengambilan keputusan.Etika
bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika normatif. Dua
prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan
dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu:(1) Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist) adalah konsep
etika yang berfokus pada
konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi (dampak) keputusan
tersebut; (2) Prinsip tidak konsekuensi
(Principle of Nonconsequentialist) adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang
digunakan sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alasan
bukan akibat, antara lain: (a) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia
yang berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang
lain; (b) Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu
hak, kejujuran, dan kesamaan. Prinsip
keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu: (1) Keadilan distributive,
yaitu keadilan yang sifatnya
menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan
kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan,
pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri
dari tugas kerja, pajak dan kewajiban social; (2) Keadilan retributive,
yaitukeadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan hukuman atas
kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas
tindakan yangdilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan
pihak lain; dan (3) Keadilankompensatoris,
yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yangdirugikan.Kompensasi
yang diterima dapat berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila
kompensasi tidak dapat menebus kerugian,misalnya kehilangan nyawa
manusia. Apabila moral merupakan suatu pendorong oranguntuk melakukan kebaikan, maka etika bertindak sebagai rambu-rambu
(sign) yangmerupakan kesepakatan
secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnisyang bermoral akan mampu mengembangkan etika
(patokan/rambu-rambu) yangmenjamin kegiatan bisnis yang seimbang,
selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambudalam
suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkananggotanya
kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan
dilaksanakan.Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh
orang-orang yang beradadalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait
lainnya. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan
etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah,
masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang
menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yangmereka
inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya moral dan etika, jelas apa yang disepakati
oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas
untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnisyang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak
perlu pembicaraan yang bersifat
global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan
siapapun dalam perekonomian.
Kesaling-tergantungan antara bisnis dan
masyarakat
Secara
sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak
mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari
etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika
bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen
lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun
badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Sebagai
bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada
masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu
membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu
antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam
hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan
memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa
prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi
berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang
nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut
segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia
usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi.
Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks.
Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan
dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan
perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah
bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah
buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar
internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat
protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan
kelangsungan sumber alam yang sangat berharga.
Kepedulian Pelaku Bisnis
Terhadap Etika
1.
Pengendalian
Diri
Artinya, pelaku-pelaku
bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing - masing untuk tidak memperoleh
apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis
sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan
pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang
diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus
memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang
"etik".
2.
Pengembangan
Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut
untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk
"uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks
lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
3.
Mempertahankan
Jati Diri
Mempertahankan jati diri
dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan
teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. perkembangan
informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan
untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan
budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4.
Menciptakan
Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia
bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan
tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang
erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah ke bawah, memberikan
spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan
persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis
tersebut.
5.
Menerapkan
Konsep “Pembangunan Berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya
tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan
bagaimana dengan keadaan dimasa datang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis
dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang
semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang
walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6.
Menghindari
Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah
mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa
yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang
dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan
negara.
7.
Mampu
Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku
bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak
bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari
"koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang
salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan
"komisi" kepada pihak yang terkait.
8.
Menumbuhkan
Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi
bisnis yang "kondusif" harus ada sikap saling percaya (trust) antara
golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha
lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan
mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat,
saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk
berkembang dan berkiprah dalam dunia
9.
Konsekuen
dan Konsisten dengan Aturan main Bersama
Semua konsep etika bisnis
yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak
mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua
ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha
sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan"
demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur"
satu semi satu.
10. Memelihara Kesepakatan
Memelihara kesepakatan atau
menumbuhkembangkan Kesadaran dan rasa Memiliki terhadap apa yang telah
disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini
telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan
kenyamanan dalam berbisnis.
11. Menuangkan ke dalam Hukum
Positif
Perlunya sebagian etika
bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif yang menjadi Peraturan
Perundang-Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis
tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan
tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan
dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan
globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis
serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan
dapat diatasi. Ahli mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan
tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan
karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan
berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita
tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum -- sebagai apresiasi yang tulus
dan terima kasih, tidak menyalahgunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas
tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan,
menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan
meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Sedangkan berbisnis dengan etika
bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku
bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban,
prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika
mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka
setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan,
kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak
etis dan tidak bermoral. Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita
sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi
pemberdayaan.
Perkembangan dalam Etika
Bisnis
Menurut
Bertens (2000), perkembangan etika sebagai berikut :
1.
Situasi
Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana
kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2.
Masa
Peralihan: tahun 1960-an
ditandai pemberontakan terhadap kuasa
dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis),
penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi
perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan
mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society.
Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3.
Etika
Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
4.
Etika
Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
di Eropa Barat, etika bisnis sebagai
ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum
pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European
Business Ethics Network (EBEN).
5.
Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
tidak terbatas lagi pada dunia Barat.
Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International
Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996
di Tokyo.
Etika Bisnis dan Akuntan
Etika Bisnis
Etika
bisnis merupakan cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang
berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam
suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan
dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja,
pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis
dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati
kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika
Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk
manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan
sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang
profesional.
Perilaku Profesi Akuntan
Profesi akuntan publik bisa
dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan
era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut
profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap
anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Karakter menunjukkan personality seorang profesional yang
diantaranya diwujudkan dalam sikap dan tindakan etisnya. Sikap dan tindakan
etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa
profesionalnya. Profesi juga dapat dirumuskan sebagai pekerjaan yang dilakukan
untuk mendapatkan nafkah hidup dengan mengandalkan keahlian dan keterampilan
yang tinggi serta dengan melibatkan komitmen pribadi (moral) yang mendalam. Untuk
menegakkan akuntansi sebagai sebuah profesi yang etis, dibutuhkan etika profesi
dalam mengatur kegiatan profesinya. Etika profesi itu sendiri, dalam kerangka
etika merupakan bagian dari etika sosial. Karena etika profesi menyangkut etika
sosial, berarti profesi (dalam hal ini profesi akuntansi) dalam kegiatannya
pasti berhubungan dengan orang/pihak lain (publik). Dalam menjaga hubungan baik
dengan pihak lain tersebut akuntan haruslah dapat menjaga kepercayaan publik.
Dalam kenyataannya, banyak
akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga dalam prakteknya
mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat
kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini diperburuk dengan
adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode etik profesinya
demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Dalam menjalankan
profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi
dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan
Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman
kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga
dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau
sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar